Sabtu, 09 Februari 2013

HARI VALENTINE MANFAAT DAN MUNDHARATNYA...?

"JUSTRU PADA HARI VALENTINE TSB, BANYAK REMAJA PUTRA MAUPUN PUTRI KEHILANGAN KEPERJAKAAN DAN KEPERAWANANNYA DENGAN DALIH RASA CINTA DAN KASIH SAYANG"... merinding kalau kita mendengarnya, tapi inilah kenyataan yang kita saksikan dewasa ini. Sekali lagi tulisan ini bukan bermaksud provokasi negatif (berarti positif dong..?)atau untuk mendiskreditkan pihak-pihak tertentu, ini murni ungkapan kekhawatiran akan masa depan anak-anak kita nanti. Tulisannya agak panjang, tapi kalau dibaca dengan tenang Insya Allah tak terasa lama... memang kadang kala untuk hal-hal tertentu perlu penjelasan yang panjang dan detil agar "benang merah sekaligus pesan moralnya" dapat dicerna dan dimengerti. Terima kasih kepada bapak Muhammad Kosim LA, MA atas tulisannya sekaligus mohon izin untuk menyadur nya kembali di blog ini. Berikut tulisannya... Hari valentine atau Valentine Day agaknya tidak asing lagi di kalangan remaja. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang menunggu-nunggu kedatangannya. Bagi mereka, Valentine Day adalah momentum mencurahkan kasih sayang kepada orang yang dicintai. Tanggal 14 Februari adalah tanggal yang diyakini sebagai hari valentine tersebut. Ironisnya, remaja yang turut merayakan hari itu justru dari kalangan remaja muslim yang ikut-ikutan tanpa mengetahui makna dari Valentine Day itu sendiri. Umat Islam memang tidak dilarang untuk mengikuti budaya orang lain, dengan syarat yang diikuti tersebut tidak bertentangan dengan aturan Islam. Sementara perayaan hari valentine yang merupakan budaya non-muslim justru dijadikan momentum untuk menyampaikan rasa cinta dan kasih sayang kepada pasangan lawan jenisnya, atau lebih dikenal dengan istilah “pacaran”. Biasanya, para remaja akan memberikan hadiah kepada kekasihnya dengan mengucapkan “Be My Valentine”, Jadilah valentinku. Kemudian pemberian hadiah itu bisa berbentuk bunga mawar, cokelat, atau benda lain yang disukai pasangannya yang biasanya dihiasi warna pink atau ungu. 
 Dan tidak jarang hadiah yang diberikan berupa pegangan tangan, membelai rambut, ciuman, sampai kepada berpelukan yang mereka anggap sebagai wujud dari kasih sayang. Adegan seperti itu tidak lagi dianggap sesuatu yang tabu, malah sebaliknya menjadi kebanggaan sebagai “manusia modern”. Sungguh memalukan dan memilukan jika remaja muslim juga turut andil dalam perayaan yang sarat dengan kemaksiatan. Mestinya remaja muslim bersifat kritis terhadap budaya luar, bukan anti, tetapi melakukan filterisasi terhadap budaya tersebut sehingga tidak berdampak terhadap perkembangan kepribadian muslim yang memiliki kesucian akidah, ketaatan ibadah, dan keindahan akhlakul karimah. Salah satu upaya untuk mengkritisi budaya luar tersebut adalah dengan melacak akar sejarah dari Valentine Day. Jika dilacak dari sejarah, terdapat banyak versi tentang asal perayaan Valentine Day. Rizki Ridyasmara, misalnya, dalam bukunya “Valentine Day, Natal, Happy New Year, April Mop, Hallowen. So What?” menguraikan tentang beberapa versi tentang asal usul Valentine Day. 
Dari uraiannya, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa sejarah Valentine Day bisa ditinjau dari dua versi, yaitu dari tradisi kepercayaan Romawi Kuno dan tradisi yang berkembang di tengah-tengah umat Kristiani. Kedua versi itupun saling berkaitan. Pada masa Romawi Kuno, dikenal tradisi paganisme (dewa-dewi) dan tradisi-tradisi yang berkembang dipenuhi dengan legenda dan mitos yang sulit dipertanggungjawabkan kebenarannya serta tradisi penyembahan berhala yang juga irrasional. Salah satu tradisi sekaligus kepercayaan yang berkembang ketika itu adalah adanya pandangan bahwa pertengahan Februari dipandang sebagai periode cinta dan kesuburan. Bahkan dalam sejarah kalender Athena Kuno, antara Januari dan pertengahan Februari disebut sebagai bulan Gamelion yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera. Sementara di Roma Kuno, 15 Februari dikenal sebagai hari raya Lupercalia, berasal dari nama Lupercus, sang dewa kesuburan. Dewa ini digambarkan sebagai laki-laki yang setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing. Para pendeta pun di masa itu melakukan ritual setiap tanggal 15 Februari berupa penyembahan kepada dewa Lupercalia dengan mengorbankan kambing. Dua hari sebelumnya, tanggal 13 dan 14 Februari dilakukan persembahan kepada dewi cinta (Queen of Feverish Love) bernama Juno Februata. Di hari itu, para pemuda mengundi nama para gadis di sebuah kotak lalu mengacak dan mencabut namanya. Gadis yang terpilih akan menjadi kekasihnya selama setahun untuk dijadikan objek hiburan. Para pemuda itu juga mengirimkan sebuah kartu yang bertuliskan “dengan nama tuhan Ibu, saya kirimkan kepadamu kartu ini.” Tuhan ibu itu adalah dewi cinta. 
Akibatnya, perempuan menjadi pelampiasan nafsu kaum lelaki. Pada tanggal 15, dilakukan upacara ke kuil meminta perlindungan kepada dewa Lupercus dan para pemuda membawa potongan kambing yang ia mereka persembahkan lalu melecut gadis-gadis. Para gadis itu pun berebut untuk dilecut karena percaya akan menambah kecantikan dan kesuburan mereka. Pada masa selanjutnya, berkembanglah agama Kristen Katolik dan memasuki wilayah Roma. Untuk menarik simpati dari penduduk Roma, mereka mengadopsi beberapa tradisi dan upacara paganisme dan mempolesnya dengan nuansa Kristiani dengan harapan mereka berpikir bahwa ada kesamaan antara keyakinan Roma Kuno dengan keyakinan Kristen sebagai ajaran baru. Mereka pun mengganti nama-nama dewa dengan nama-nama Paus dan Pastor. Salah seorang pendukung yang terkenal adalah Kaisar Konstantine dan Paus Greogory I. Salah satu upaya yang mereka lakukan adalah menjadikan upacara Romawi Kuno pertengahan Februari tersebut menjadi Hari Perayaan Gereja pada tahun 496 M dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Santo Valentine yang kebetulan diyakini wafat tanggal 14 Februari. Bahkan, keinginan untuk mengubah tradisi Romawi ini, para pendeta juga memutuskan mengganti kalimat “dengan nama tuhan Ibu” dengan kalimat “dengan nama Pendeta Valentine” sehingga dapat mengikat para pemuda tersebut dengan agama Nasrani.” Akan tetapi ada pula pendapat lain bahwa Kristen melakukan hal tersebut bukan ingin menarik simpati penduduk Roma, akan tetapi menandingi tradisi penduduk Roma. Yang jelasnya, ada keterkaitan yang erat antara tradisi dan kepercayaan Romawi Kuno dan kebijakan pihak Gereja dalam mempopulerkan Valentine Day. Mengenai siapa sesungguhnya Santo Valentinus, juga terjadi perbedaan pendapat. Versi pertama berpendapat bahwa Kaisar Claudius II, penguasa Romawi marah lalu menangkap dan memenjarakan Santo Valentinus karena telah berani mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Jadi, merayakan Valentine Day adalah penghormatan dan kasih sayang kepada Santo Valentinus yang dianggap sebagai pahlawan dalam mempertahankan keyakinannya sebagai penganut Yesus Kristus, sang anak tuhan. 
 Versi kedua menyebutkan bahwa kemarahan Kaisar Claudius II berawal dari persepsinya tentang tentara muda bujangan lebih kuat dan tabah ketika berperang dari pada tentara yang telah menikah. Karena persepsi itu, kaisar melarang tentaranya yang masih pemuda menikah. Kebijakan itu secara diam-diam ditentang oleh Santo Valentinus dan dengan diam-diam pula menikahkan banyak pemuda. Ketika usaha Santo Valentinus ketahuan, kaisar memutuskan menghukum gantungnya dan eksekusinya bertepatan tanggal 14 Februari 269 M. Masih banyak lagi pendapat lain tentang siapa sesungguhnya Santo Valentinus. Bahkan pada abad ke-19, sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus di Via Tibertinus dekat Roma diidentifikasi sebagai jenazah Santo Valentinus. Jenazah tersebut lalu dikirim ke Gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia dan diberikan kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI tahun 1836. 
 Di abad pertengahan, kisah Santo Valentinus dihubung-hubungkan dengan cinta romantis pada abad ke-14 oleh orang-orang Inggris dan Perancis. Mereka malah mempercayai pada tanggal 14 Februari sebagai hari ketika burung mencari pasangan untuk kawin. Kepercayaan ini ditulis oleh sastrawan Inggris abad pertengahan, Geoffry Chaucer (abad ke-14 M). Meskipun terdapat banyak perbedaan tentang Santo Valentinus, yang jelasnya hari valentine berasal dari mitos dan legenda Romawi Kuno yang sarat dengan tradisi dan kepercayaan paganisme (pemberhalaan) lalu diadopsi oleh kelompok-kelompok Kristen tertentu. Dikatakan “tertentu” sebab pihak Gereja Katolik sendiri tidak semuanya sepakat siapa sesungguhnya Santo Valentinus yang dianggap sebagai martir pada tanggal 14 Februari. 
Akan tetapi perayaan Valentine Day pernah diperingati secara resmi di Gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia dan dilarang secara resmi tahun 1969. Tetapi masih terdapat beberapa kelompok gereja lain yang merayakannya. Adapun ucapan “My Be Valentine” juga mengandung makna yang debatable. Ken Sweiger mengatakan kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang artinya sama dengan “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat, dan Yang Maha Kuasa”. Pada zaman Romawi kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Jadi jika seseorang mengatakan kepada kekasihnya “My Be Valentine” maka ucapan tersebut telah mengangkat derajat kekasihnya sebagai “tuhan”, na’udzu billahi min dzalik. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa sejarah Valentine Day berasal dari negeri Barat dan sarat dengan kepercayaan-kepercayaan yang berkaitan dengan akidah dan jelas bertentangan dengan akidah Islam. Oleh karena kisah awal Valentine Day berasal dari Barat dengan agama dan budaya yang berbeda dengan umat Islam, maka perayaannya pun kerap kali dilakukan bertentangan dengan syariat Islam. 
Di Amerika dan beberapa negara Barat, misalnya, perayaan tersebut bisa terjadi pada malam perayaan Valentine Day pasangan laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri tidur sekamar dan melakukan berbagai pesta yang mengumbar nafsu syahwat. Selain itu, di balik perayaan Valentine Day, juga terdapat unsur bisnisnya, baik berupa penjualan kado/hadiah berwarna pink, cokelat, termasuk kartu ucapan Valentine Day. Kartu Valentine pertama kali dicetak secara massal setelah tahun 1847 oleh Esther A. Howland (1828 – 1904) dari Worcester, Massachusetts. The Greeting Crad Association (Asosiasi Kartu Ucapan AS) pernah memperkirakan bahwa di seluruh dunia sekitar satu milyar kartu Valentine dikirimkan pertahun dengan pembeli terbanyak 85% berasal dari kaum perempuan. Ini adalah hari raya terbesar setelah natal dan tahun baru. Dalam perkembangan selanjutnya, kartu tersebut perlahan berubah menjadi benda-benda perhiasan yang diberikan kepada perempuan lalu melakukan berbagai pesta yang memberikan kenikmatan sesaat. Oleh karena itu, remaja muslim dituntut untuk bersikap tidak ikut-ikutan merayakan hari valentine. Sebab mudharat jauh lebih besar dari manfaatnya. Bisa jadi mereka yang turut merayakannya akan rusak kemurnian akidahnya jika memang perayaan yang dilakukan oleh orang-orang Barat tersebut berkaitan dengan keyakinan ketuhanan mereka, yaitu yesus adalah anak tuhan. 
Perayaan itu juga bisa menjadi peluang besar bagi Iblis untuk menggoda dan mendorong manusia melakukan perbuatan-perbuatan zina yang dibungkus atas nama kasih sayang dan cinta sejati. Padahal dalam doktrin Islam, sesama manusia mesti menjalin kasih sayang, sebab Islam adalah rahmatan lil-‘alamin di mana sesama umat Islam mesti saling mencintai dan menebar cinta kasih ke segenap penjuru alam. Namun wujud kasih sayang tersebut bukan melakukan hal-hal maksiat dan dilakukan pada momen-momen tertentu, apalagi pada momen yang sarat dengan budaya dan kepercayaan agama lain yang akidahnya diyakini tidak benar. Akan tetapi kasih sayang dan saling mencintai dilakukan karena kecintaan kita kepada Allah SWT. Sebab, Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk saling mencintai. Sebagaimana sabda Rasulul-Nya: “Tidaklah sempurna iman salah seorang di antara kamu sehingga ia mampu mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”. (al-Hadis) Jika saja kasih sayang dan rasa cinta diberikan kepada orang lain karena Allah, niscaya wujud cinta tersebut akan mempererat silaturrahim dan semakin dekat kepada Allah SWT. 
Umat Islam dipersilahkan bebas berkarya, tetapi bebas terbatas, yaitu kebebasan yang dibatasi oleh ajaran Islam yang sesungguhnya membebaskan diri dari kesesatan. Maka berbuatlah sesuai dengan ilmu yang kita miliki. Firman-Nya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Qs. Al-Isra’/17: 36). Ingat pula sabda Nabi SAW: “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka dia termasuk dari kaum tersebut”

1 komentar: